Perjanjian Westphalia dalam Sistem Internasional



Perjanjian Westphalia dalam Sistem Internasional


       Eropa memiliki sejarah panjang terutama dalam sejarah perpolitikannya. Dalam rentang waktu yang cukup lama, Eropa dapat melakukan perubahan-perubahan yang menjadikannya lebih mapan dan bahkan dijadikan model di belahan bumi lainnya. Dahulu Eropa memiliki sejarah yang kelam dengan diwarnai perpecahan dan peperangan terus menerus yang mengakibatkan kekacauan dan kehancuran, terutama pada abad pertengahan.
       Perjanjian Westphalia pada 1648 menandai era baru, dimana berakhirnya perang Katolik dan Protestan di Eropa serta berakhirnya perang 30 tahun di Eropa dan pengaruhnya pada dinamika politik internasional hingga masa kini. Perpolitikan di abad pertengahan di Eropa didasarkan pada tatanan hierarki yang tidak jelas. Westphalia telah membentuk konsep legal tentang kedaulatan, yang intinya bahwa para penguasa atau kedaulatan yang sah tidak akan mengakui pihak lain yang memiliki kedudukan yang sama dalam wilayah yang sama. Perjanjian ini merupakan titik awal dari dikembangkannya sistem negara modern.
       Perjanjian Westphalia melibatkan Kaisar Romawi Suci Ferdinand II beserta kerajaan dari Spanyol, Perancis, Swedia, Belanda dan para penguasa lainnya di Eropa. Selanjutnya dari perjanjian ini Kekaisaran Romawi mengalami perpecahan, Swedia mengambil alih wilayah Baltik, diakuinya kemerdekaan Belanda dari Spanyol secara penuh, dan Prancis muncul sebagai kekuatan baru yang dominan di Eropa. Negara Swiss dan negara-negara kecil di Jerman juga diakui dalam perjanjian ini.
       Hasil perjanjian tersebut merupakan akhir dari perang 30 tahun yang melanda Eropa dan mengubah secara radikal perimbangan kekuatan di Eropa. Perang 30 tahun tersebut merupakan serangkaian konflik bersenjata antar kekuatan di Eropa dengan berbagai sebab. Konflik tersebut dipicu oleh upaya pembunuhan atas Raja Bohemia pada 1618 yang akhirnya menjadi Kaisar Romawi Suci, Ferdinand II. Saat iu Ferdinand II menerapkan ajaran Katolik di penjuru Eropa yang mendapat tentangan keras oleh para bangsawan dan pembesar Protestan. Hampir seluruh Eropa bergolak dalam kancah peperangan.
       Perang tersebut merupakan akumulasi dari pertentangan kedua belah pihak yang dimulai oleh Reformasi Protestan sampai pada kontra Reformasi Katolik. Selain aspek tersebut juga terdapat persaingan antar dinasti  di Eropa yaitu  dinasti Habsbruk dengan Bourbon hingga tercapainya Perjanjian Westphalia yang akhirnya meredakan pertentangan tersebut.
       Tercapainya Perjanjian Westphalia tidak serta merta mengakhiri segala konflik dan kekacauan yang tejadi di Eropa dan segera semua perang reda. Perancis dan Spanyol terus terlibat konflik selama sebelas tahun setelah Perjanjian Westphalia hingga berakhir setelah muncul traktat Pyrenees pada 1659. Meskipun begitu, setidaknya Perjanjian Westphalia telah memberi landasan bagi perkembangan perpolitikan dan sistem internasional yang berjalan di Eropa dan bahkan di dunia.
       Sistem internasional dalam masa Perjanjian Westphalia dipengaruhi oleh Raja Louis XIV (1643-1715) dalam upayanya memperkuat hegemoni Perancis dalam persaingan ekonomi-politik  antara Inggris, Perancis Spanyol dan Belanda. Inggris merupakan pihak utama dalam hubungan internasional di Eropa, karena Inggris merupakan negara yang mampu menjadi penyeimbang kekuatan dengan Perancis yang begitu berambisi di Eropa dengan pengaruh dan kekuatan besarnya yang dimiliki.
       Perancis terus berusaha meluaskan kekuasaannya, namun kekuatan koalisi negara-negara Eropa lainnya yang di pimpin oleh Inggris dan Austria dapat membendungnya dalam perang Spanyol yang disebut  dengan “The war of the Spanish succession”. Akhirnya Spanyol sebagai negara yang bebas dan Perancis kemudian harus melepaskan wilayah Nova Scotia kepada Inggris dan Austria mendapatkan Naples dan Sardinia. Kemudian Inggris berhasil menguasai Gibraltar dan Minorca dari Spanyol.
       Setelah munculnya Perjanjian Westphalia, susunan masyarakat internasional yang baru didasarkan atas negara-negara nasional dan tidak lagi berdasarkan pada kerajaan-kerajaan penguasa. Selain itu susunan masyarakat internasional juga didasarkan pada hakekat negara tersebut bersama dengan pemerintahannya, yaitu memisahkan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja. Perjanjian Westphalia merupakan peletak dasar bagi bentuk dan hakekat tersebut dalam susunan masyarakat internasional baru.
       Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara masing-masing. Sebelumnya gereja memiliki kekuatan terhadap hubungan antar negara dan Perjanjian Westphalia mengahiri semua itu. Sebagai pemicu perpecahan Kekaisaran Romawi Suci dan hadirnya negara-negara berdaulat yang baru di Eropa, Perjanjian Westphalia juga menghdirkan konsep negara-bangsa (nation-state). Selain itu muncul juga istilah negara modern.
       Perjanjian Westphalia mendukung bangkitnya negara-bangsa (nation-state). Sistem yang berasal dari Eropa ini dibawa ke Amerika, Asia dan Eropa melalui kolonialisme. Selanjutnya dibentuk melalui dekolonialisasi pada masa Perang Dingin.  Konsep negara-bangsa dianggap modern,  namun banyak negara tidak masuk kedalam sistem tersebut dan disebut sebagai pra-modern. Selanjutnya beberapa negara telah melampaui sistem negara-bangsa dan dapat dianggap sebagai pasca-modern.
       Munculnya negara-bangsa sebagai aktor yang dominan dalam setiap perilaku politik hubungan internasional maka pandangan mengenai tatanan sistem negara ini menjadi pola kehidupan internasional pada abad selanjutnya. Di masa sekarang bahkan masih merupakan pola yang dominan yang tetap berlaku.

0 komentar:

Posting Komentar